Sanksi Berat Menanti Pelaku Penyalahgunaan Identitas di Pilkada 2024
KUTIM – Barangsiapa yang menggunakan identitas orang lain untuk memilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat dikenai sanksi pidana berat. Hal ini sesuai dengan Pasal 178 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pelaku pelanggaran tersebut diancam pidana kurungan maksimal 6 tahun atau 72 bulan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, mengatur berbagai mekanisme, persyaratan, serta sanksi hukum dalam pelaksanaan Pilkada untuk Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota.
Pasal 178 menegaskan bahwa pelanggaran berupa penggunaan identitas orang lain atau memberikan suara lebih dari satu kali adalah tindak pidana serius yang dapat merusak integritas pemilu.
Undang-undang ini bertujuan memastikan Pilkada berlangsung secara demokratis, jujur, adil, dan transparan dengan tetap mengedepankan asas LUBER JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil).
Kriteria Pemilih yang Berhak Memberikan Suara
1. Pemilih Tetap (DPT): Pemilik KTP elektronik yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap.
2. Pemilih Pindahan (DPTB): Pemilik KTP elektronik yang terdaftar sebagai Pemilih Pindahan.
3. Pemilih Tambahan (DPK): Pemilik KTP elektronik yang tidak terdaftar dalam DPT maupun DPTB, namun memenuhi syarat sebagai pemilih tambahan.
Setiap pemilih wajib membawa dokumen yang sesuai dengan kategori mereka:
– DPT: KTP elektronik dan Formulir Model C.
– DPTB: KTP elektronik dan Surat Pindah Memilih.
– DPK: KTP elektronik.
Penyelenggara pemilu mengingatkan masyarakat untuk mematuhi aturan yang berlaku demi menjaga keadilan dan kelancaran proses Pilkada. Pelanggaran aturan tidak hanya mencoreng integritas demokrasi, tetapi juga berisiko menjerat pelaku dengan sanksi pidana berat.
