Unik..! Kenali Tarian Hudoq Khas Suku Dayak Modang di Kutim
Kutim — Hudoq merupakan tarian tradisional Suku Dayak Modang yang terdapat di beberapa kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Tarian Hudoq adalah tarian sakral yang erat kaitannya dengan prosesi ritual atau upacara adat. Saat menari, para penari Hudoq menggunakan topeng yang menyerupai binatang buas dan terbuat dari kayu.
Tubuh mereka yang sedang melakukan tarian Hudoq ditutupi dengan daun pisang, daun kelapa, atau daun pinang.
Dimana masing-masing penari itu akan memunculkan karakter tokoh-tokoh hudoq (gambaran dewa yang memiliki kekuatan gaib).
Asal-usul munculnya pelaksanaan tarian ini dimulai dari seorang tokoh bernama Halaeng Heboung yang mencari mandaunya yang terjatuh ke dalam sungai.
Halaeng Heboung adalah anak seorang raja bernama Hajaeng yang tinggal di Kampung Laham Kejin, Epa Kejin, Apo Kayan.
Sampailah ia di sebuah lokasi yang disebut /eleing bouy meash (air pusaran) di Sungai Kejin, Apo Kayan. Di tempat ini Halaeng Heboung bertemu dengan Selo Sen Yaeng, yakni manusia gaib yang berasal dari dasar sungai.
Pertemuan itu membawa mereka ke dalam ikatan perkawinan, hingga mendapatkan seorang anak bernama Buaq Selo. Suatu hari Halaeng Heboung dan istrinya mengadakan sebuah tontonan hiburan, dengan cara mengumpulkan makhluk-makhluk gaib yang berasal dari dasar sungai.
Tontonan unik itu ternyata membuat Halaeng Heboung dan anaknya merasa takut, sehingga mereka lari dan bersembunyi di lumbung padi
Sejak saat itu mereka menyadari bahwa alam sekitar tempat mereka berada waktu itu tidak lagi mendatangkan rasa tenteram.
Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke lingkungan kerajaan (Kampung Laham Kejin). Selo Sen Yaeng mengira bahwa suaminya telah meninggal ketika menyelam ke dalam sungai mengambil mandaunya.
Meskipun Halaeng Heboung telah kembali ke kampungnya, tetapi hubungan antara Halaeng Heboung dengan Selo Sen Yaeng tetap terjalin baik melalui ritual adat Hudoq.
Dalam pelaksanaannya Hudoq diawali dengan Sakaeng Ngaweit, yakni ritual monolog kepada Hudoq yang bertujuan untuk menyampaikan permohonan.
Setelah itu, sekelompok ibu/perempuan dewasa menari dan melantunkan syair, membentuk arak-arakan di sepanjang jalan menuju rumah adat (Lamin adat atau Maeso Puen).
Tari Hudoq berkaitan dengan usaha perladangan, pencapaian hasil yang maksimal, peningkatan kesejahteraan, serta penciptaan suasana damai, tenteram dan harmonis antara manusia dengan alam.
Khusus di usaha perladangan, Hudoq dimaksudkan untuk memeroleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan kesuburan dengan hasil panen melimpah.
Hudoq ditarikan dengan kompasisi melingkar, keluar dan masuknya penari dilakukan secara spontan/tidak ada aturan khusus.
Kemampuan para penarinya dalam menghayati dan melakoni tokoh-tokoh hudoq sangat penting, karena mereka berperan seolah-olah sebagai mediator dari kekuatan gaib yang diharapkan pertolongannya.
Topeng hudoq terbuat dari kayu khusus, seperti Jelutung, Pelay, atau Kemiri yang ringan dan tahan lama.
Mengingat Tari Hudoq dikenal pula pada Sub-suku Dayak lainnya di luar Dayak Madang, yaitu Dayak Bahau, Kayan dan Kenyah, maka “Hudaq Madang” memiliki ciri dan karakter yang khas, baik dari tampilan tapeng (nyeung hedoq) maupun penyebutan tokoh-tokoh hudoq-nya.
Beberapa tokoh hudoq yang dikenal di antaranya adalah roh guntur (delay), roh harimau (lejie), roh penalang manusia ke alam baka (penleih), roh buaya (wah jaeg), burung elang (nyehae), roh babi (ewoa), jelmaan roh manusia (sehuen), roh kera (yoq), dan jelmaan roh pengganggu (hedoq menlieu).
Di samping sarat dengan nilai religi, Tarian Hudoq juga menggambarkan adanya nilai kebersamaan dan gotong royong, tantanan/hiburan, ikatan kepentingan bersama, serta kekeluargaan. (*)